Posted in

Ancaman Forum Solidaritas Madura di Surabaya Gegara Parkiran Ditertibkan

Ancaman dari Forum Solidaritas Madura (FSM) kepada Wali Kota Surabaya Tak ayal, tensi antara ormas dan pemerintah pun memanas.

Ancaman Forum Solidaritas Madura di Surabaya Gegara Parkiran Ditertibkan

Awalnya terdengar sepele razia parkiran liar. Tapi siapa sangka, urusan ini berbuntut panjang hingga membawa-bawa nama etnis, ormas besar, dan bahkan isu keamanan kota. Apa sebenarnya yang terjadi? Siapa yang salah? Dan apa yang sebaiknya kita cermati dari kejadian ini .

Parkiran Liar dan Petugas Pemkot

Semua bermula dari langkah tegas Pemerintah Kota Surabaya yang melakukan penertiban parkir liar di sejumlah kawasan strategis. Dalam razia tersebut, beberapa juru parkir yang dianggap tidak berizin ditertibkan dan diusir dari area publik.

Salah satu lokasi penertiban itu diduga merupakan wilayah yang selama ini dijaga atau dikelola oleh individu yang memiliki hubungan dengan anggota Forum Solidaritas Madura.

Tak terima dengan penertiban tersebut, puluhan orang yang mengatasnamakan Forum Solidaritas Madura datang ke Balai Kota Surabaya. Mereka mengklaim penertiban itu tidak manusiawi dan mengarah pada tindakan diskriminatif terhadap orang Madura yang mencari nafkah di Surabaya.

Peringatan untuk Pemkot Surabaya

FSM tak datang dengan tangan kosong. Mereka menyuarakan ancaman secara terbuka. Beberapa pernyataan bernada tinggi dilontarkan ke media, termasuk ultimatum kepada Wali Kota Surabaya. Forum ini meminta agar Pemkot meminta maaf dan menghentikan segala bentuk razia parkiran yang dinilai menyasar kelompok tertentu.

“Kalau Wali Kota tidak segera klarifikasi dan minta maaf, kami akan gerakkan massa dari Madura,” begitu salah satu kutipan pernyataan dari perwakilan FSM yang viral di media sosial.

Pernyataan tersebut sontak membuat berbagai pihak bereaksi. Tidak sedikit warga Surabaya yang menganggap FSM telah melewati batas dengan menggunakan tekanan berbau ancaman dalam menyikapi kebijakan yang sifatnya administratif.

Baca Juga: Pelaku Curanmor Manfaatkan Kebakaran Restoran di Surabaya Untuk Beraksi

Narasi Etnis yang Berbahaya

Narasi Etnis yang Berbahaya

Yang membuat isu ini makin sensitif adalah karena mulai muncul narasi berbau etnis. Beberapa pihak menyayangkan FSM yang membawa identitas “Madura” ke dalam konteks konflik. Padahal, yang dipermasalahkan adalah pengelolaan parkir tanpa izin resmi, bukan persoalan latar belakang etnis seseorang.

Ketika identitas suku atau daerah mulai dijadikan senjata untuk menekan atau mengancam kebijakan pemerintah daerah, maka ini bisa menjadi preseden buruk. Isu sederhana bisa berubah jadi ketegangan horizontal yang bisa meledak kapan saja.

Berbagai tokoh masyarakat pun angkat bicara. Mereka menyerukan agar masyarakat Madura dan warga Surabaya tidak terprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang membawa nama etnis untuk kepentingan pribadi atau kelompok. “Ini bukan soal Madura atau Surabaya, ini soal aturan yang berlaku,” ujar seorang tokoh Madura yang berdomisili di Jawa Timur.

Warga Surabaya Resah, Polisi Turun Tangan

Tak hanya pejabat Pemkot, warga Surabaya juga mulai merasa tidak nyaman. Banyak komentar di media sosial yang menyayangkan sikap FSM yang dinilai tidak mencerminkan semangat persatuan. Apalagi, sebagian besar warga memahami bahwa penertiban parkir liar adalah bagian dari upaya menertibkan kota dan melindungi kepentingan publik.

Melihat situasi semakin panas, aparat kepolisian pun bergerak cepat. Kapolrestabes Surabaya memastikan bahwa proses penertiban yang dilakukan Pemkot tidak melanggar hukum, dan meminta semua pihak agar menyelesaikan masalah ini secara damai. Bahkan, pertemuan mediasi antara FSM dan Pemkot sempat direncanakan, meski hingga kini hasilnya belum jelas.

Refleksi dari Sebuah Ricuh

Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Pertama, bahwa penegakan aturan di ruang publik memang tidak bisa ditawar-tawar. Pemerintah berhak menertibkan segala bentuk praktik ilegal di wilayahnya. Tapi cara penyampaiannya juga harus humanis dan adil.

Kedua, forum atau organisasi kemasyarakatan seharusnya menjadi mitra bagi pemerintah dalam menjaga ketertiban, bukan justru menjadi pihak yang mengintimidasi atau menekan. Ancaman hanya akan memperkeruh situasi dan menciptakan jarak antara kelompok masyarakat.

Ketiga, media sosial dan penyebaran informasi perlu lebih terkendali. Banyak narasi yang dibumbui provokasi justru memperbesar api dalam sekam. Perlu ada upaya bersama untuk menenangkan situasi, bukan justru mengompori.

Akankah Surabaya Tetap Kondusif?

Untuk saat ini, situasi masih terkendali. Aparat berjaga, Pemkot menahan diri, dan sebagian masyarakat menunjukkan solidaritas damai. Namun, jika ancaman demi ancaman terus muncul dari pihak manapun, bukan tidak mungkin konflik bisa meletus lebih besar.

Yang dibutuhkan sekarang adalah dialog yang sehat, tanpa tekanan, tanpa kekerasan. Semua pihak punya tanggung jawab menjaga kondusifitas kota yang menjadi jantung Jawa Timur ini.

Karena pada akhirnya, yang dirugikan bukan hanya Wali Kota, bukan hanya FSM, tapi seluruh warga yang mendambakan Surabaya yang damai, tertib, dan adil untuk semua.

Untuk informasi terkini dan lengkap mengenai berbagai kejadian penting di Surabaya. Termasuk insiden keamanan dan bencana alam, kalian bisa kunjungi Info Kejadian Surabaya sekarang juga.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Pertama dari detik.com
  • Gambar Kedua dari www.tempo.co