Terungkapnya pesta seks sesama jenis di Surabaya telah mengguncang publik, dengan admin RK mengaku telah menggelar acara serupa delapan kali.

Sebanyak 34 pria telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yang bermula dari laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan di sebuah hotel. Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya tentang seputaran Info Kejadian Surabaya.
Modus Operandi dan Jaringan Terorganisir
Kasus pesta seks sesama jenis yang digerebek di salah satu hotel di kawasan Ngagel, Surabaya, pada Minggu dini hari, 19 Oktober 2025, terungkap sebagai bagian dari jaringan terorganisir yang telah beroperasi sejak tahun 2024.
Penyelenggara utama, RK, diketahui membuat beberapa grup WhatsApp bertema serupa di Surabaya dan Malang, seperti “X Male Surabaya 1 dan 2” serta “X Male Malang”, untuk merekrut peserta. Grup tersebut menjadi media utama dalam menyebarkan undangan pesta yang mereka sebut “Siwalan Party”.
Distribusi informasi dilakukan secara tertutup. Hanya anggota yang telah diseleksi oleh admin yang menerima undangan pribadi. Setiap calon peserta harus mengonfirmasi langsung kepada RK atau admin pembantu untuk mendapatkan detail acara. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut dijalankan dengan sistematis dan terencana untuk menghindari deteksi pihak berwenang.
Dalam menjalankan aksinya, RK menunjuk tujuh admin pembantu yang bertugas menjaring peserta baru serta menyebarkan informasi di media sosial tertentu. Jaringan ini beroperasi lintas kota, melibatkan individu dari berbagai latar belakang.
Kegiatan yang berulang sejak tahun lalu menegaskan bahwa kelompok ini bukan bersifat spontan, melainkan bagian dari kegiatan terorganisir yang sudah memiliki pola dan struktur jelas.
Peran dan Pendanaan Pesta
Dalam jaringan ini, peran dibagi menjadi empat kluster utama, yakni pendana, admin utama, admin pembantu, dan peserta. MR alias A berperan sebagai pendana utama yang menyediakan dana sekitar Rp1,7 juta untuk menyewa kamar hotel serta Rp435 ribu untuk membeli obat perangsang. Obat tersebut juga dijadikan hadiah bagi peserta yang mengikuti permainan selama pesta berlangsung.
Penyelenggara tidak memungut biaya dari peserta, karena seluruh kebutuhan acara telah ditanggung oleh pendana. Motif utama kegiatan ini lebih berorientasi pada kesenangan dan eksplorasi seksual, bukan pada keuntungan finansial. Model pendanaan semacam ini memperkuat dugaan bahwa pesta tersebut digerakkan oleh komunitas tertentu dengan jaringan internal yang solid.
Selain itu, admin utama dan para pembantu berperan aktif dalam menyeleksi peserta serta memastikan keamanan dan kerahasiaan acara. Komunikasi berlangsung menggunakan kode dan istilah khusus agar tidak mudah dilacak. Semua aktivitas dirancang untuk menjaga anonimitas anggota, termasuk penggunaan nama samaran di grup.
Baca Juga: Polrestabes Bandung Bikin SPPG Buat Ribuan Siswa Sekolah
Kronologi Penggerebekan dan Proses Acara

Penggerebekan dilakukan pada Minggu dini hari setelah polisi menerima laporan dari masyarakat terkait aktivitas mencurigakan di Hotel Midtown, kawasan Ngagel. Petugas yang berkoordinasi dengan pihak manajemen hotel menemukan puluhan pria tanpa busana di dalam kamar, menandakan sedang berlangsungnya pesta seks.
Acara dimulai sejak sore hari dengan registrasi peserta antara pukul 18.00 hingga 21.00 WIB. Sekitar pukul 21.30 WIB, panitia menggelar berbagai permainan seperti “botol lingkaran” dan “kissing game”. Dalam permainan tersebut, peserta diminta melepas pakaian dan berinteraksi satu sama lain.
Puncak pesta berlangsung sekitar pukul 22.00 WIB hingga akhirnya digerebek sekitar pukul 23.00 WIB. Selama acara, panitia menggunakan gelang bercahaya untuk membedakan peran masing-masing peserta. Polisi kemudian mengamankan seluruh peserta dan menyita sejumlah barang bukti seperti alat kontrasepsi, ponsel, serta catatan transaksi keuangan.
Latar Belakang Tersangka dan Implikasi Hukum
Sebanyak 34 pria ditetapkan sebagai tersangka, terdiri dari pendana, admin, dan peserta dengan latar belakang beragam seperti pekerja swasta, mahasiswa, ASN, dan guru. Sebagian di antaranya berasal dari luar Surabaya dan berusia 20–30 tahun.
Polisi menyita sejumlah barang bukti yang memperkuat pelanggaran terhadap UU Pornografi dan KUHP. Pendana serta penyelenggara terancam hukuman hingga 15 tahun penjara, sementara peserta maksimal 10 tahun.
Kasus ini menjadi peringatan penting akan perlunya pengawasan digital dan kerja sama masyarakat dengan aparat dalam mencegah praktik asusila terorganisir.
Simak dan ikuti berita terupdate lainnya tentang Surabaya dan sekitarnya secara lengkap tentunya terpercaya hanya di Info Kejadian Surabaya.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari jawapos.com
- Gambar Kedua dari kompas.com