Tiga emak-emak di Surabaya menjadi sorotan publik setelah dugaan palak toko dengan modus meminta sumbangan untuk perayaan 17 Agustus.

Kejadian yang terekam kamera CCTV ini menjadi viral, memperlihatkan bagaimana pemilik toko dipaksa memberikan sumbangan dengan nominal fantastis. Aksi ini menimbulkan kegeraman di kalangan warganet dan menjadi perhatian pihak berwenang, mengingat sumbangan seharusnya bersifat sukarela, bukan paksaan. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Surabaya.
Aksi Pungutan Liar Berkedok Sumbangan Agustusan
Tiga orang emak-emak diduga melakukan pemalakan di toko Pods Authentic yang berlokasi di Jalan Gemblongan, Kelurahan Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Mereka datang mengaku sebagai perwakilan dari RT/RW setempat untuk meminta sumbangan Agustusan.
Dalam rekaman CCTV, terlihat emak-emak tersebut mendatangi toko pada Kamis, 7 Agustus 2025, sekitar pukul 15.58 WIB. Pemilik toko, Kevin Wiliam (22), mengunggah aksi mereka yang kemudian menjadi viral. Kevin menyatakan bahwa ketiga emak-emak itu meminta sumbangan untuk kegiatan Agustusan dengan nominal antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
Konflik Nominal Sumbangan
Kevin Wiliam, pemilik toko, berniat memberikan uang sebesar Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu, karena menurutnya sumbangan bersifat sukarela, bukan iuran. Namun, ketiga emak-emak tersebut menolak nominal yang ditawarkan, yang kemudian memicu adu mulut.
Salah satu emak-emak terdengar mengatakan, “Ko permisi, sumbangan 17an. Nggenah, Ko Rp 5 ribu, di kampung saja Rp 50 ribu. Bukan maksa,” seperti yang terekam dalam CCTV. Kevin menyebutkan bahwa ketiga ibu-ibu tersebut datang tanpa membawa proposal kegiatan resmi, namun mereka mewajibkan sumbangan sebesar Rp 500 ribu.
Kevin membenarkan kejadian tersebut dan menegaskan bahwa sumbangan seharusnya diberikan secara sukarela, bukan dengan mematok tarif. Ia menjelaskan bahwa ketika ia menawarkan Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu, emak-emak itu menyatakan tidak bisa menerima jumlah tersebut. Kevin bahkan merasa perlu meminta maaf karena hanya mampu memberikan sejumlah itu. Saat ditanya apakah wajib membayar Rp 500 ribu sebagai sumbangan, ibu itu menjawab “wajib” sebanyak tiga kali.
Baca Juga: Lomba Kepruk Guling di Sungai Surabaya Bikin Warga Terpingkal di HUT RI!
Latar Belakang dan Tekanan yang Dialami Korban

Kevin beralasan mengapa ia hanya memberikan sumbangan sebesar Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu, karena kejadian serupa bukan kali pertama terjadi di tokonya. Tahun-tahun sebelumnya, ia juga pernah dimintai sumbangan serupa dan memberikan Rp 25 ribu, meskipun hal itu dibalas dengan omelan dari para peminta sumbangan.
Kevin mengaku sudah sering dimintai sumbangan semacam ini, sehingga ia selalu menyiapkan uang Rp 10 ribu. Ia menambahkan bahwa jika ini adalah iuran 17-an, ia pasti akan memberikan lebih dari Rp 10 ribu. Kevin merasa kaget ketika sumbangan dipatok nominalnya. Ia menolak memberikan uang dengan nominal tinggi karena usahanya sedang mengalami penurunan pembeli dan belum mendapatkan keuntungan.
Ketika Kevin tidak memberikan sumbangan dengan nominal tertentu, ketiga perempuan tersebut berteriak dan melontarkan kalimat rasis kepadanya. Bahkan, mobil Kevin digedor dan kaca mobilnya dipukul saat ia berusaha pergi.
Upaya Mediasi dan Pelaporan Polisi
Kevin mengaku telah dimediasi oleh Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. Hasil mediasi menunjukkan bahwa ia telah berdamai dengan dua dari tiga emak-emak tersebut, namun satu orang lainnya masih bersikeras. Kevin juga diminta untuk membuat video klarifikasi setelah insiden ini menjadi viral, namun ia menolak karena merasa tidak bersalah.
Kevin memutuskan untuk melaporkan dugaan pungli tersebut ke Polsek Bubutan pada Kamis, 7 Agustus 2025, sekitar setengah jam hingga satu setengah jam setelah kejadian. Ia berharap laporannya ini menjadi peringatan bagi para pelaku pungli yang mengatasnamakan kegiatan Agustusan.
Kevin juga mengingatkan para pengusaha lain untuk berhati-hati terhadap kasus serupa. Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Bubutan, Iptu Simanjuntak, mengungkapkan bahwa ia belum mengetahui perihal laporan tersebut dan akan mengeceknya terlebih dahulu ke jajarannya. Kevin menduga tindakan emak-emak tersebut sebagai pungutan liar karena tidak ada proposal resmi kegiatan 17 Agustusan.
Implikasi dan Pesan Bagi Masyarakat
Insiden ini menyoroti pentingnya transparansi dalam pengumpulan dana sumbangan untuk kegiatan umum, terutama yang melibatkan perayaan nasional seperti HUT RI. Sumbangan, secara definisi, seharusnya bersifat sukarela dan tidak dipaksakan. Mematok nominal sumbangan dan bahkan memaksa pembayaran dapat dikategorikan sebagai pungutan liar, yang merupakan tindakan melanggar hukum.
Peristiwa ini juga menunjukkan bagaimana teknologi, dalam hal ini rekaman CCTV dan media sosial, berperan penting dalam mengungkap dan menyebarkan informasi mengenai tindakan tidak terpuji, sehingga mendorong pihak berwenang untuk bertindak.
Kesimpulan
Kasus pemalakan berkedok sumbangan Agustusan oleh tiga emak-emak di Surabaya menunjukkan praktik pungutan liar yang meresahkan masyarakat dan pelaku usaha. Meskipun niat untuk mengumpulkan dana bagi perayaan HUT RI mungkin baik, metode pemaksaan nominal dan intimidasi adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Pelaporan kepada pihak kepolisian merupakan langkah penting untuk menegakkan hukum dan memberikan efek jera kepada pelaku. Diharapkan, insiden ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih memahami perbedaan antara sumbangan sukarela dan pungutan liar.
Serta mendorong terciptanya lingkungan yang lebih transparan dan adil dalam setiap kegiatan penggalangan dana. Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang Emak-Emak di Surabaya Palak Toko hanya di INFO KEJADIAN SURABAYA.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari jatim.jpnn.com
- Gambar Kedua dari www.detik.com