Mantan pejabat Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot) ditahan kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 3,6 miliar.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah kontraktor proyek pemerintah dan menimbulkan kerugian moral yang besar. Terutama terhadap pemerintahan daerah yang seharusnya menjalankan tugas dengan integritas tinggi. Info Kejadian Surabaya akan membahas lebih dalam lagi mengenai mantan pejabat Pemkot Surabaya yang ditahan kasus Gratifikasi Rp 3,6 Miliar.
Kronologi dan Tindak Pidana
Penahanan GSP dilakukan setelah tim penyidik Kejati Jatim menemukan bukti kuat bahwa yang bersangkutan menerima gratifikasi dari beberapa kontraktor proyek pemerintah selama menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Kota Surabaya sejak tahun 2016 hingga 2022.
Gratifikasi tersebut berupa uang cash dan aset senilai total Rp 3,6 miliar yang tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain penerimaan gratifikasi, GSP juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menyamarkan dana hasil gratifikasi tersebut.
Dana itu disetor ke rekening pribadi BCA milik GSP dan kemudian dialihkan dalam bentuk deposito serta investasi sukuk selama hampir tujuh tahun. Meski tidak ditemukan adanya kerugian negara dalam kasus ini, perbuatan tersebut tetap melanggar undang-undang yang berlaku dan menjadi perhatian serius pihak Kejaksaan Tinggi.
Proses Penyidikan dan Barang Bukti
Sejauh ini, penyidikan telah dilakukan secara intensif dengan pemeriksaan terhadap 32 saksi yang berasal dari berbagai pihak terkait. Selain itu, barang bukti yang disita sebagai bagian dari proses penyidikan mencakup uang tunai sebesar Rp 3,6 miliar dan sejumlah aset berharga lainnya yang diduga hasil dari gratifikasi tersebut.
Penahanan GSP sendiri dilakukan setelah semua proses penyidikan dan pemeriksaan dilakukan oleh penyidik Kejati Jatim. Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejati Jatim. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengusut tuntas perkara tersebut hingga ke akar-akarnya.
Untuk memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan gratifikasi di lingkungan pemerintahan daerah. Penahanan GSP dilakukan sebagai langkah tegas untuk menunjukan komitmen Kejati dalam pemberantasan korupsi dan upaya menegakkan hukum secara adil.
Dampak dan Implikasi Kasus Gratifikasi
Kasus gratifikasi yang melibatkan mantan pejabat Pemkot Surabaya tersebut mengingatkan pentingnya integritas dan transparansi di lingkungan pemerintahan. Gratifikasi dalam bentuk apapun merupakan suap yang dapat merusak kualitas layanan publik dan menghambat pembangunan daerah.
Terlebih lagi, nilai gratifikasi yang mencapai Rp 3,6 miliar menunjukkan adanya praktik-praktik yang merugikan masyarakat luas dan melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Kasus ini juga menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk terus memperketat pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah serta mendorong pelaporan gratifikasi sebagai kewajiban adalah bagian dari upaya pencegahan korupsi. Kepatuhan pejabat publik terhadap aturan pelaporan gratifikasi menjadi faktor penting untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah praktik korupsi berulang.
Penahanan dan Proses Hukum Selanjutnya
Penahanan terhadap GSP dilakukan sejak 3 Juni 2025 dan berlangsung selama 20 hari sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor Print-804/M.5/FD.2/06/2025. Kini GSP ditahan di Cabang Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Surabaya di Kejati Jatim sambil menunggu proses hukum berjalan lebih lanjut. Termasuk pemeriksaan lanjutan dan potensi pengajuan dakwaan di pengadilan.
Pihak penyidik memastikan bahwa proses hukum berjalan secara transparan dan akuntabel sesuai prosedur yang berlaku sehingga memberikan kepastian hukum bagi semua pihak terkait. Hal ini sekaligus menjadi sinyal bahwa pelanggaran gratifikasi dan tindak pidana terkait di lingkungan pemerintahan tidak akan ditoleransi.
Kesimpulan
Kasus penahanan mantan pejabat Pemkot Surabaya yang diduga terlibat dalam penerimaan gratifikasi dan pencucian uang senilai Rp 3,6 miliar. Menegaskan kembali tantangan serius dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya di tingkat pemerintahan daerah.
Penanganan kasus ini oleh Kejati Jawa Timur menunjukkan tekad kuat aparat hukum. Untuk menindak tegas segala bentuk penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara dan masyarakat. Kejaksaan mengajak seluruh elemen masyarakat serta pemerintah daerah untuk bersama-sama berperan aktif dalam memberantas korupsi, meningkatkan transparansi.
Serta mendorong akuntabilitas pengelolaan proyek dan keuangan publik. Dengan langkah tegas dan sistemik, diharapkan praktik gratifikasi yang merusak tatanan pemerintahan dapat diminimalisasi dan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan terus meningkat.
Manfaatkan waktu anda untuk mengeksplorisasi ulasan menarik lainnya mengenai berita viral dan terbaru hanya di Info Kejadian Surabaya.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari surabaya.inews.id
- Gambar Kedua dari jawapos.com